Jakarta,TarungNews.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengungkapkan peran tujuh tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk pada PT Pertamina, Sub Holding, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, dari proses penyidikan, selain pemeriksaan 96 saksi dan 2 ahli, Tim Penyidik telah memiliki adanya alat bukti cukup berupa penyitaan terhadap 969 dokumen dan 45 barang bukti elektronik.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah tiga ruangan di Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan pada Senin, 18 Februari 2025. Ruangan yang digeledah yakni milik Direktur Pembinaan Usaha Hulu, ruangan Direktur Pembinaan Usaha Hilir, dan di ruangan Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas).
Dalam penggeledahan di ketiga ruangan tersebut, tim penyidik Jampidsus menemukan barang-barang antara lain lima dus dokumen, 15 unit handphone, satu unit laptop, dan empat soft file. Barang-barang itu langsung dilakukan penyitaan
Dugaan praktik korupsi ini bermula pada 2018 terkait penerbitan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 tentang Prioritas Pemanfaatan Minyak Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.
Dengan tujuan PT Pertamina diwajibkan mencari minyak yang diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kontraktor kontrak kerja samaatau KKKS swasta wajib ditawarkan kepada PT Pertamina. Apabila penawaran tersebut ditolak oleh PT Pertamina, maka penolakan tersebut digunakan untuk mengajukan rekomendasi ekspor.
Akan tetapi, tersangka RS, SDS dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya. Di sisi lain, akibat pengondisian tersebut, pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor.
Sementara itu, pada saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis. Sehingga, secara otomatis bagian KKKS untuk dalam negeri harus diekspor ke luar negeri. Kemudian, Qohar menyebutkan, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.
Herli Siregar menyebutkan, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.
“Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,” kata Herli.
Dalam kegiatan tersebut Lanjut Herli, pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, diperoleh fakta adanya perbuatan jahat antara penyelenggara negara, yakni subholding Pertamina dengan broker.
Red,tarungnews.com