Lintas Jabar,TarungNews.com - Menurut hasil survey lembaga konservasi dunia International Union for Conservation of Nature (IUCN), pada tahun 2014-2016, ada 25 jenis primata Indonesia yang terancam punah diantaranya, orang utan sumatera, kukang jawa, dan simakobu. Maraknya kasus perdagangan liar, ekpansi besar – besaran serta perluasan lahan perkebunan yang tak terkendali menjadi salah satu faktor kepunahan.
Salah satu primata endemik Jawa Barat yang keberadaannya masuk kedalam daftar satwa hampir punah lainya adalah owa jawa (Hylobates moloch). Primata yang dikenal menawan ini, populasinya kian menyusut di habitat aslinya. Berdasarkan informasi yang dihimpun Mongabay, diperkirakan hanya tersisa sekitar 4000 ekor saja yang masih hidup di wilayah Jawa Barat.
“Disini, primata yang kami tampung semuanya merupakan hasil penyitaan yang dulunya merupakan satwa yang diperlihara manusia. Tujuan kami adalah melepas liarkan kembali mereka (owa) ke habitat semula dan membiarkan mereka hidup dengan bebas,” kata Danius Sumual Tampubolon (30), animal keeper, saat ditemui di Aspinalls foundation Ranca Bali, Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
The Aspinall Foundation sendiri merupakan lembaga koservasi yang peduli terhadap penyelamatan primata, khususnya owa jawa. Selain owa jawa, primata yang sedang menjalani proses rehabilitasi selanjutnya adalah suruli dan lutung. Total primata penghuni penangkaran yang dikelola Aspinall ini berjumlah 34 ekor.
Di lahan seluas 12 hektar tersebut, berdiri kandang – kandang berukuran 5 x 5 yang berfungsi sebagai ruang adaptasi bagi owa. “ Sebetulnya ada 3 kandang dengan fungsi berbeda. Setiap tahapan harus dilalui saat berlangsungnya proses rehabilitasi owa. Pertama, primata yang baru harus masuk dulu ke kandang karantina untuk dicek medis dan tahap rehabilitasi ” ujar pria yang akrab di sapa Dani Acuy.
Dani mengatakan, waktu yang diperlukan untuk proses karantina sekitar 2 – 3 bulan. Proses tersebut sangat penting dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap virus atau penyakit. Sebelum akhirnya primata tersebut dipindahkan ke kandang konservasi untuk melalui proses rehabilitasi 1 – 2 tahun.
“Setiap tahapannya menjadi indikator kami mengamati perkembangan primata disini, sampai goal utamanya adalah dilepasliarkan,” jelasnya.
Dani menjelaskan, salah satu indikator perkembangan owa yaitu apabila didekati manusia, owa akan bersuara lalu banyak mengeluarkan kotoran. “Itu perkembangan bagus. Si owa mulai peka terhadap sekitarnya. Jika sudah begitu tandanya owa stres dan tidak nyaman,”
Menurut Dani, hal yang paling sulit dalam proses rehabilitasi primata seperti owa, surili maupun lutung yaitu pola makan. Ini akibat dulunya adalah hewan peliharaan, maka perilakunya pun dipengaruhi oleh pola asuh majikannya. Dia menuturkan, bentuk perhatian majikanya sering kali merubah perilaku serta kebiasaan owa karena terkadang memberi makan yang tidak sesuai misalnya nasi atau jajanan.
“Kami mencoba memulihkan kembali makanannya, tujuannya ya supaya cepat beradaptasi kembali. Kompisisi makannya pun berupa sayuran dan buah. Kalau untuk jadwalnya sama sama seperti kita, tiga kali sehari,” ujar dia.
Primata Setia
Sementara itu, Mahasiswa Biologi Sains UIN SGD Bandung, Dadang Surahman yang melakukan penelitian owa di Aspinall mengatakan owa merupakan primata setia yang keberadaanya mulai langka. Primata yang selama hidupnya hanya setia pada satu pasangan membuat reproduksinya terbatas dan tidak seperti primata lain.
“Owa itu unik, dia (owa) loyal dalam memilih pasangannya. Sifatnya yang monogami menarik perhatian saya untuk diteliti lebih mendalam, karena berbeda dengan primata yang lain yang poligami,” ujar Dadang saat ditemui di Aspinall.
Proses pencarian pasangan owa jawa, kata Dadang, memerlukan proses panjang dan tidak mudah. Pasalnya, jika pasangan owa tidak cocok maka susah untuk membuat keturunanya. Dia memaparkan ketika terdapat owa yang cocok di Aspinall dan kemudian berhasil mendapatkan keturunan, itu menjadi kebahagian tersendiri baginya.
“Data soal tadi menjadi penting bagi rehabilitasi owa. Mengingat masih kurangnya data spesifik tentang pola asuh, sehingga saya memutuskan untuk meneliti hal ini. Selain itu, ada beberapa fakta menarik tentang pola asuh owa, salah satunya yaitu keterlibatannya induk jantan dalam proses pengasuhan bayi owa,” kata Dadang.
Dilepasliarkan
Dani menuturkan, sudah 15 ekor primata yang dilepasliarkan tahun 2015. “Ada 3 ekor owa jawa terus 4 kelompok surili yang dilepas di Gunung Tilu Kabupaten Bandung. Kami terus melakukan monitoring untuk mengetahui perkembangannya di alam. Untuk tahun sekarang kami akan kembali melepasliarkan beberapa primata yang sudah memenuhi kriteria,” kata dia.
Dani berharap pemerintah serius memerangi kasus penjualan satwa secara illegal. Dia juga menghimbau kepada masyarakat agar tidak memelihara hewan yang dilindungi undang-undang supaya keberadaan satwa tetap terjaga dan kepunahan hewan endemik Jawa Barat tersebut bisa diminimalisir.
Sumber : mongabay-indonesia
Editor : Vie,tarungnews.com