• Sabtu, 28 Desember 2024

Owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Owa Jawa (Hylobates moloch moloch) Istimewa

Kira-kira umur 8 tahun, owa muda ini memisahkan diri dan mencari pasangannya dan daerahnya sendiri.

Lintas Jabar,TarungNews.com - Sahutan burung silih berganti, desiran daun pepohonan yang rimbun, gemercik air aliran sungai dan kesejukan udara mengiringi perjalanan di Taman Gunung Halimun Salak (TNGHS), Sukabumi, Jawa Barat.

Semak belukar yang tumbuh rimbun di antara pepohonan yang menjulang tinggi seakan-akan membentengi jalan setapak yang dilewati dalam hutan di taman nasional yang memiliki luas sekitar 113,357 hektar.

Taman Nasional tersebut berada di tiga kabupaten yakni Sukabumi, Bogor dan Lebak.

"Keasrian hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak ini masih terjaga," kata Kepala Urusan Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam TNGHS, Nur Faisin di Balai TNGHS, Sukabumi, Jawa Barat.

Di dalam taman nasional tersebut terdapat binatang endemik Pulau Jawa yakni owa jawa yang tergolong primata paling langka.

Primata tak berekor ini masih dapat disaksikan bergelayutan di dahan-dahan pohon yang menjulang tinggi di kawasan Cikaniki.

Cikaniki merupakan salah satu wilayah yang berada dalam kawasan TNGHS yang lokasi masuk kedalam wilayah Bogor yang berjarak 20KM dari Balai TNHGS di Kebandungan, Sukabumi, Jawa Barat.

"Owa biasa terlihat dari resor ini, mereka bergelantungan di sana," kata Kepala Resor Cikaniki, Saep Taufik seraya menunjuk pohon besar dan rimbun.

Seraya menirukan sahutan owa jawa, Saep menunjuk sebuah pohon yang berada dalam hutan di Kawasan Cikaniki

"Uweuuk..uweuk, wek wek... ada owa, owa, itu di ujung pohon," ucapnya sambil menunjuk ke arah pohon yang tinggi.

Primata itu sendirian bergelantungan di tajuk pohon yang tinggi kemudian berpindah ke dahan yang lain seakan-akan ingin memamerkan keahlian dan kekuatannya kepada kami.

Nur Faisin kembali menjelaskan Populasi owa jawa di taman ini cukup meningkat hal tersebut ditandai dengan munculnya kelompok baru yang ditemui di taman tersebut.

"Dulunya kami hanya melihat mereka berpasangan, namun sekarang mereka telah bertiga dengan anaknya. Ada juga yang berlima dalam satu kelompok," jelasnya.

Menurut data Balai TNGHS total individu owa jawa hasil monitoring tahun 2013 mencatat di wilayah Cikaniki terdapat tujuh kelompok yang terdiri 14 individu dewasa, tujuh individu remaja dan lima anakan dengan kerapatan populasi sebesar 15.93 individu perkilometer persegi atau 1.6 individu dalam satu hektar.

Sementara untuk seluruh area monitoring dalam indikator kinerja utama TNGHS yaitu Cikaniki, Gunung Luhur dan Ciptagelar, jumlah populasinya ada 61 individu dengan trend perubahan populasi selama empat tahun terakhir (2010-2013) menunjukan kenaikan rata-rata 2,3 individu.

"Atau 0.5 individu pertahunnya. Namun demikian pluktuatif data sangat mungkin karena waktu pengamatan sering bergeser sehingga prekuensi perjumpaan owa menjadi sangat berbeda," jelasnya.

Dia mengharapkan dengan upaya-upaya konservasi owa jawa pihak TNGHS menargetkan peningkatan populasi sebesar 3 persen pada tahun 2010-2014.

owa jawa merupakan jenis primata anggota suku hylobatidae dan menyebar terbatas di Jawa bagian barat dan tengah.

Primata yang memiliki tangan lebih panjang dibanding dengan kakinya tersebut memiliki warna abu-abu pada tubuhnya dengan sisi bagian atas kepalnya agak gelap, bulu putih menghias diatas matanya layaknya alis dan wajah kehitaman.

Dengan tangan yang panjang itu, owa jawa lincah berpindah, bergelantungan dari dahan ke dahan.

Dia lanjut menjelaskan kebiasaan hidup owa jawa ini sangat unik, karena mereka sering bersama layaknya satu keluarga yang terdiri pasangan jantan dan betina dewasa, serta satu atau dua anaknya yang masih mungil ikut bersama mereka.

Mereka hidup dan akan berupaya mempertahankan daerah kekuasaannya atau teritori, luasnya mencapai 17 hektar.

"Mereka pasangan yang setia layaknya suami istri (Monogami)," katanya.

Menurut dia mungkin salah satu penyebab bintang tersebut cepat punah karena mereka binatang yang setia terhadap pasangan.

"Misalnya pasangan betinanya mati, otomatis owa jantan akan sendiri dan keturunannya akan terputus karena dia tidak akan mencari pasangan baru," katanya

Oleh karena itu, dia menegaskan owa jawa tersebut harus dijaga dan akan menindak tegas siapapun yang berusaha mengganggu habitat mereka

Rata-rata owa betina melahirkan sekali tiap tiga tahun. Anak-anaknya disusui hingga usia 18 bulan dan hidup bersama keluarganya sampai dewasa.

Sang ibu akan mengendong anaknya dan dibawa bergelayutan ke mana-mana hingga usianya dewasa.

"Kira-kira umur 8 tahun, owa muda ini memisahkan diri dan mencari pasangannya dan daerahnya sendiri," jelasnya.

Primata tersebut tergolong hewan diurnal karena beraktivitas di siang hari dan arboreal yang sepenuhnya hidup di atas pohon.

Kera pemakan buah-buahan, daun dan bunga-bungaan dan serangga tersebut merupakan salah satu spesies mendapat perhatian penting sebagai satwa prioritas di TNGHS, sehingga mendorong pihaknya untuk melakukan upaya-upaya konservasi dengan harapan populasi Owa Jawa ini meningkat.

Sementara menurut data organisasi konservasi dunia IVCN memasukan primata jenis Owa Jawa ini ke dalam kategori terancam punah (2008).

Selain itu primata ini telah dilindungi oleh undang-undang perlindungan binatang liar sejak tahun 1931.

Kepala Urusan Perlindungan Hutan dan Kebakaran Balai TNGHS Jaja Suharja Sanjaya mengemukakan di kawasan itu ada tiga hewan yang dilindungi yaitu Owa Jawa (Hylobates moloch moloch), Elang Jawa (Spizaetus bartelsii) dan Macan tutul Jawa (Panthera pardus melas).

" Selain Owa jawa, juga ada beberapa primata yang dijumpai di koridor tersebut seperti Surili (Presbytis commata), Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) dan Monyet ( Macaca fascicularis)," katanya. Antara

Editor : Wen,tarungnews.com

 

 

Bagikan melalui:

Komentar