• Minggu, 12 Januari 2025

Diduga Adanya Kolusi Puslitbang Tekmira Bandung Digugat

Diduga Adanya Kolusi Puslitbang Tekmira Bandung Digugat Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Teknologi Mineral dan Batu Bara (Tekmira) Photo istimewa

Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Teknologi Mineral dan Batu Bara (Tekmira) digugat ke Pengadilan Negeri Klas 1A Bandung oleh salah seorang warga. Gugatan itu terkait sistem tender yang diduga sarat kolusi dan spek yang diminta hanya dimonopoli satu perusahaan saja.

Dalam gugatan tersebut dijelaskan, CV Winasis Amenangi Iharta, salah satu peserta lelang sekaligus pemenang atas pekerjaan pengadaan Alat Probe Hi-Optv-Optical Borehole Televiewer (digital), menggugat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) fisik di Puslitbang Tekmira, Agus Miswanto, RR., Arum Kusumawati yang merupakan Direktur PT Intilog Indonesia, David Sully bekerja sebagai Engineering Manager PT Intilog Indinesia, FX Sutijastoto sebagai Kuasa Pengguna Anggaran di Puslitbang Tekmira.

Kuasa Hukum penggugat, Hilmi Dwiputra Nur menjelaskan kliennya itu keluar sebagai pemenang lelang. "Kemudian klien kami bersama Agus Miswanto sebagai PPK membuat surat perjanjian pada 15 Juli 2013," katanya, beberapa waktu lalu.

Gugatan sendiri telah dilayangkan ke Pengadilan Negeri Bandung, pada Kamis (30/1/2014).

"Setelah dibuat perjanjian, diberilah persyaratan-persyaratan tapi setelah proses survey, rupanya spesifikasi teknis barang alat yang diminta itu hanya dimiliki PT Intilog Indonesia. Seolah-olah sudah dikunci dan tidak bisa membeli ke yang lain," ujar Hilmi.

Dalam hal ini ditambahkan Hilmi, PPK tidak memiliki kajian dalam menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS), padahal berdasarkan Perpres No. 70 tahun 2010, PPK mempunyai tugas menetapkan HPS.

Akhirnya CV Winasis pun mengikutinya sesuai prosedur dengan memberikan uang muka sebesar 22,997 poundsterling kemudian barang akan dikirim melalui Singapura. "Tapi sampai sekarang barang tidak dikirim-kirim," katanya.

Dengan adanya perbuatan melawan hukum itu, ditegaskan Hilmi pihaknya menuntut ganti rugi secara materil yakni dibayarnya kembali uang muka sebesar 22,997 poundsterling, garansi Bank Pelaksanaan dengan jaminan sebesar Rp 56 juta yang dikeluarkan Bank BRI kemudian disetorkan ke kas negara, juga membayar denda keterlambatan sebesar Rp 57 juta serta biaya operasional selama pelaksanaan proyek berlangsung mencapai Rp 1 Milyar. "Tidak hanya itu, kami juga menuntut kerugian imateril sebesar Rp 100 milyar," ucapnya.

Dalam hal ini dikatakan Hilmi, Tekmira terlalu arogan memberikan sanksi kepada klien kami blacklist seharusnya dibicarakan dahulu tidak sepihak. "Permasalahan dari tender, kita sudah dikunci speknya sehingga tidak bisa mencari ke distributor lain. Indikasi agar pihak lain tidak dapat menang tender," ucapnya.

Dengan blacklist yang dilakukan pihak Tekmira, sangat merugikan karena menyangkut nama baik kliennya. "Untuk itu kami menuntut pemulihan nama baik dan pencabutan blacklist," ujarnya.PRLM/tarungnews.com

Editor : Ferry Suhendra,tarungnews.com

 

 

Bagikan melalui:

Komentar